BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah
merupakan sebuah organisasi yang terdiri atas unit-unit. Secara
substansial dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia terdapat 3
(tiga) lingkup pemerintahan, yaitu :
1. Pemerintah Pusat.
2. Pemerintah Provinsi.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
Ketiga
lingkup pemerintahan ini merupakan entitas-entitas pelaporan yang
menurut ketentuan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan, dimana
bentuk dan isinya harus disusun dan disajikan sesuai standar akuntansi
yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dengan demikian SAP merupakan
pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang telah
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara
internasional serta mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan
kualitas laporan keuangan pemerintah.
Dalam rangka mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah terus
melakukan upaya-upaya reformasi guna meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas di bidang pengelolaan keuangan negara. Adapun upaya-upaya
reformasi tersebut mencakup perubahan-perubahan di berbagai aspek yaitu:
penataan peraturan perundang-undangan, penataan kelembagaan, penataan
sistem maupun peningkatan kualitas sumber daya manusianya selaku
pengelola keuangan.
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas di bidang pengelolaan keuangan negara
ialah melalui penyajian dan penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan
mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara
umum, sebagaimana yang telah dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Untuk memperoleh laporan
keuangan yang memenuhi prinsip transparansi dan akuntabel serta sesuai
dengan SAP, Kepala Daerah sebagai Pejabat Perbendaharaan Negara di
tingkat daerah baik Provinsi, maupun Kabupaten/Kota, harus menetapkan
suatu kebijakan umum di bidang akuntansi yang berisi tentang
prinsip-prinsip dasar atas aturan-aturan pokok yang mengatur tentang
proses penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah
terhadap pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, dimana kebijakan ini diatur melalui Peraturan Kepala Daerah
dengan mengacu pada Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah dan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Adapun kebijakan di bidang
akuntansi yang diatur dalam bentuk peraturan kepala daerah ini, untuk
masing-masing daerah berbeda-beda disesuaikan dengan karakteristik dan
spesifikasi yang dimiliki oleh daerah tersebut, namun dalam
penyusunannnya tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok 3 Kursus Keuangan
Daerah Khusus Penatausahaan /Akuntansi Keuangan Derah Angkatan IV-
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia
(KKD-KP/AKD Ang.IV–LPEM UI) ingin mengetahui apakah dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangannya Pemerintah Kota Banjar sebagai responden
penelitian lapangan (field research), sudah sesuai dengan kebijakan
akuntansi yang mempunyai kekuatan hukum (dituangkan dalam Peraturan
Walikota).
Adapun judul yang diambil berdasarkan uraian di atas untuk makalah ini adalah :
”TINJAUAN
ATAS PENERAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI TENTANG HUTANG DAN MODAL DALAM
PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KOTA BANJAR TAHUN
2007 ”
1.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan Akuntansi
a. Bagaimana pelaksanaan penerapan Kebijakan Akuntansi dalam penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Kota Banjar ?
b. Bagaimana strategi Kota Banjar dalam menyusun laporan keuangan daerah sehingga mencapai WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) ?
2. Hutang dan Modal
a.
Bagaimana dasar pengakuan, pengukuran dan pengungkapan terhadap hutang
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan di Kota Banjar ?
b.
Bagaimana dasar pengakuan, pengukuran dan pengungkapan terhadap modal
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan di Kota Banjar ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah :
1.
Mengetahui dan memahami pelaksanaan atas penerapan kebijakan akuntansi
sebagai alat bantu penyusunan laporan keuangan yang memenuhi prinsip
transparansi dan akuntabilitas serta sesuai dengan SAP.
2.
Mengetahui dan mempelajari bagaimana dasar pengakuan, pengukuran dan
pengungkapan terhadap hutang dan modal dalam penyusunan dan penyajian
Laporan Keuangan Kota Banjar.
1.4 Metodologi
Ada 2 (dua) metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu :
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian
lapangan dilakukan dengan cara pengumpulan data-data primer yang
diperoleh melalui observasi (pengamatan langsung), wawancara/interview
dan data yang bersumber dari dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh
Pemerintah Kota Banjar.
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian
kepustakaan dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data-data
pendukung lainnya yang dapat berfungsi sebagai bahan referensi yang bisa
di dapat dari buku-buku atau bahan-bahan lainnya yng berkaitan dengan
topik yang dibahas.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Memuat
topik tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penulisan, metodologi penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II. GAMBARAN UMUM KOTA BANJAR
Memuat
tentang gambaran umum Kota Banjar, kebijakan APBD yang digunakan oleh
Pemerintah Kota Banjar, serta kebijakan akuntansi dan sistem akuntansi
yang digunakan Pemerintah Kota Banjar dalam penyusunan dan penyajian
laporan keuangan.
BAB III. KAJIAN LITERATUR
Menguraikan
tentang teori yang mendukung analisis terhadap topik bahasan mengenai
Kebijakan Akuntansi tentang hutang dan modal.
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang hasil analisis dan pembahasan terhadap kebijakan akuntansi tentang Hutang dan Modal Pemerintah Kota Banjar.
BAB V. KESIMPULAN
Berupa kesimpulan dari keseluruhan uraian pendahuluan sampai dengan analisis dan pembahasan.
BAB III
KAJIAN LITERATUR
KAJIAN LITERATUR
3.1. Akutansi Pemeritahan Daerah
Secara umum pengertian akutansi dapat didefinisikan sebagai berikut :
Akutansi
adalah seni pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara
tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian – kejadian
yang umumnya bersifat keuangan termasuk menafsirkan hasil – hasilnya
(American Institute of Accounting, Sofyan Syafri Harahap ; 2003)
Atau :
Akutansi
adalah suatu kegiatan jasa, fungsinya adalah memberikan informasi
kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi
sebagai dasar memilih di antara beberapa alternatif (Accounting
Principle Board Statment, Sofyan Syafri Harahap ; 2003)
Sedangkan
pengertian Pemerintah Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58
tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas – luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga pengertian akutansi
Pemerintahan Daerah dapat didefinisikan sebagai proses pencatatan,
penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam ukuran
moneter, transaksi dan kebijakan – kebijakan yang umumnya bersifat
keuangan dan termasuk pelaporan hasil – hasilnya dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas – luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Definisi lainnya dari Akutansi
Pemerintahan Daerah atau yang disebut sebagai Akutansi Keuangan Daerah
adalah proses pengidentifikasikan, pengukuran pencatatan dan pelaporan
transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah (Kabupaten,
Kota atau Propinsi) yang dijadikan informasi dalam rangka pengambilan
keputusan ekonomi oleh pihak – pihak ekternal pemerintah daerah yang
memerlukannya (Abdul Halim : 2004).
Sedangkan pengertian Sistem
Akutansi Pemerintah Daerah (SAPD) adalah serangkaian prosedur, mulai
dari proses pengumpulan dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual
atau menggunakan aplikasi komputer (Deddi Nordiawan, dkk. ; 2007).
3.2. Kebijakan Akutansi Pemerintah Daerah
Dalam
menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah yang berupa Catatan atas
Laporan Keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapan dasar penyajian
laporan keuangan dan kebijakan akutansinya, dimana definisi kebijakan
akutansi menurut pernyataan Satndar Akutansi Pemerintahan adalah prinsip
– prinsip, dasar – dasar, konvensi – konvensi, aturan – aturan dan
praktek – praktek spsifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Pengungkapan
kebijakan akutansi ini harus mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip
– prinsip akutansi yang akan digunakan oleh entitas pelaporan dan
metode – metode penerapannya yang secara material akan mempengaruhi
penyajian laporan keuangan yaitu laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan
Laporan Arus Kas. Pengungkapannya juga harus meliputi pertimbangan –
pertimbangan penting yang akan diambil dalam memilih prinsip – prinsip
akutansi yang sesuai.
Secara umum, kebijakan akutansi yang
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus menjelaskan hal –
hal sebagai berikut :
a. Entitas pelaporan ;
b. Basis akutansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan ;
c. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan ;
d.
Kesesuaian antara kebijakan – kebijakan akutansi yang diterapkan
entitas pelaporan dengan ketentuan – ketentuan dalam pernyataan Standar
Akutansi Pemerintahan ; serta
e. Kebijakan – kebijakan akutansi tertentu lainnya yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.
Dalam
Pernyataan Standar Akutansi Pemerintahan Nomor 01 tentang Penyusunan
Laporan Keuangan, paragaf 103, menyatakan bahwa pengungkapan suatu
kebijakan akutansi dapat membantu pengguna laporan keuangan dalam
memahami setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan..
3.3. Proses Penyusunan Kebijakan Akutansi Pemerintah Daerah
Proses
penyususnan kebijakan akutansi pemerintah daerah merupakan suatu
rangkaian mekanisme prosedural yang meliputi tahap – tahap kegiatan yang
akan dilaksanakan oleh suatu tim kelompok kerja (pokja) atau tim
lainnya yang dibentuk oleh kepala daerah untuk menyusun suatu kebijakan
akutansi yang akan menjadi aturan–aturan dan praktek–praktek spesifik
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Proses yang
digunakan dalam penyusunan kebijakan akutansi pemerintahan daerah ini
mengikuti proses yang berlaku umum dengan melakukan penyusuaian –
penyusuaian terhadap situasi dan kondisi yang ada di daerah. Penyesuaian
ini dilakukan berdasarkan pertimbangan–pertimbangan atas kebutuhan yang
mendesak serta kemampuan tiap–tiap pengguna dalam memahami dan
melaksanakan standar yang ditetapkan.
Tahap–tahap kegiatan yang dilaksanakan dalam proses penyusunan kebijakan akutansi, ialah sebagai berikut :
a.
Mengumpulkan dan mengidentifikasi topik–topik yang berkaitan dengan
sistem akutansi dan pelaporan yang akan dikembangkan menjadi suatu
standar.
b. Pembentukan tim kelompok kerja (pokja) yang bertugas
menghimpun dan membahas topik–topik yang sudah disetujui. Anggota tim
ini terdiri dari berbagai instansi yang kompeten di bidangnya dan atau
berkaitan dengan topik yang akan dibahas.
c. Tim pokja sebelum
membahas suatu topik, harus melakukan riset terbatas terhadap
literatur–literatur, peraturan–peraturan, prinsip–prinsip akutansi yang
berlaku, praktek–praktek akutansi yang sehat serta sumber–sumber lainnya
yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas.
d. Penyusunan dan penulisan draf berdasarkan hasil riset tersebut dan riset lainnya.
e.
Pembahasan terhadap draf yang telah disusun oleh pokja. Dalam
pembahasan ini dapat dilakukan perubahan–perubahan dan atau tambahan
terhadap draf awal yang diusulkan tersebut. Pembahasan dapat dilakukan
oleh tim pokja itu sendiri atau tim lain yang dibentuk khusus dan atau
dapat dikoordinasikan dengan tim pengawas lainnya (seperti BPKP) untuk
menyamakan persepsi.
f. Pengambilan keputusan untuk menyusun draf
menjadi suatu kebijakan akutansi pemerintahan daerah yang akan
dituangkan dalam peraturan kepala daerah.
3.4 Kebijakan Akuntansi Kewajiban
3.4.1 Definisi Kewajiban
Secara
umum pengertian kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa
lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya
ekonomi pemerintah.
Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul
antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari
masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan lain, atau lembaga
internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan
pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas
yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan setoran
pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya,
atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. Setiap kewajiban dapat
dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat
atau peraturan perundang-undangan.
3.4.2 Klasifikasi Kewajiban
Dalam
neraca, kewajiban disajikan berdasarkan likuiditasnya dan terbagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban
jangka panjang.
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban
jangka pendek jika diharapkan dibayar (atau jatuh tempo) dalam waktu 12
(dua belas) bulan dan kewajiban jangka panjang jika akan diselesaikan
dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
Suatu
entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban jangka panjangnya,
meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan diselesaikan dalam
waktu (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika :
1. Jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari (dua belas) bulan; dan
2. Entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dasar jangka panjang; dan
3.
Maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan
kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap
pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui
3.4.3 Pengakuan Kewajiban
Pada
dasarnya, kewajiban diakui dalam neraca jika besar kemungkinannya bahwa
pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan
untuk menyelesaikan kewajiban yang ada dampai saat ini, dan perubahan
atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur
dengan andal.
Menurut PSAP 9, kewajiban diakuai (dicatat) pada saat dana pinjaman diterima dan/ atau pada saat kewajiban timbul.
Kewajiban dapat timbul dari:
1. transaksi dengan pertukaran (exchange transactions);
2. transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions);
3. kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events);
4. kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events).
3.4.4 Pengukuran Kewajiban
Kewajiban
dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing
dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang
asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti karakteristik dari masing-masing pos, yang terdiri dari :
1. Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable);
Pada
saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk barang dalam
perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus mengakui
kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang tersebut
2. Utang Bunga (Accrued Interest)
Utang
bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar biaya bunga yang
telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat berasal dari utang
pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang bunga atas utang
pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap akhir periode
pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan.
Pengukuran
dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk sekuritas
pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat Utang
Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi,
kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN.
3. Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
Pada
akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan berupa PFK yang belum
disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada laporan keuangan sebesar
jumlah yang masih harus disetorkan.
Jumlah pungutan/potongan PFK
yang dilakukan pemerintah harus diserahkan kepada pihak lain sejumlah
yang sama dengan jumlah yang dipungut/dipotong. Pada akhir periode
pelaporan biasanya masih terdapat saldo pungutan/potongan yang belum
disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo pungutan/potongan tersebut
harus dicatat pada laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus
disetorkan.
4. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
Nilai
yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang jangka
panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu (dua belas)
bulan setelah tanggal pelaporan.
Termasuk dalam kategori Bagian
Lancar Utang Jangka Panjang adalah jumlah bagian utang jangka panjang
yang akan jatuh tempo dan harus dibayarkan dalam waktu (dua belas)
bulan setelah tanggal pelaporan.
5. Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities)
Kewajiban
lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak termasuk dalam
kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya tersebut
adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan
disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji
kepada pegawai dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus
dibayarkan atas jasa yang telah diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh
lainnya adalah penerimaan pembayaran di muka atas penyerahan barang
atau jasa oleh pemerintah kepada pihak lain.
6. Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan (Non-Traded Debt)
Nilai
nominal atas utang pemerintah yang tidak diperjualbelikan (non-traded
debt) merupakan kewajiban entitas kepada pemberi utang sebesar pokok
utang dan bunga sesuai yang diatur dalam kontrak perjanjian dan belum
diselesaikan pada tanggal pelaporan. Contoh dari utang pemerintah yang
tidak dapat diperjualbelikan adalah pinjaman bilateral, multilateral,
dan lembaga keuangan international seperti IMF, World Bank, ADB dan
lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini biasanya dalam bentuk perjanjian
pinjaman (loan agreement).
7. Utang Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt)
Utang
pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam bentuk sekuritas
utang pemerintah (government debt securities) yang dapat memuat
ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo.
8. Perubahan Valuta Asing
Pada
setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata uang asing
dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank
sentral pada tanggal neraca.
Selisih penjabaran pos kewajiban
moneter dalam mata uang asing antara tanggal transaksi dan tanggal
neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas dana periode
berjalan.
3.4.5 Penyajian dan Pengungkapan
Utang
pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul
utang untuk memberikan informasi yang lebih baik kepada pemakainya.
Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi yang harus
disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah :
1. Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman;
2. Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya;
3. Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat bunga yang berlaku;
4. Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo;
5. Perjanjian restrukturisasi utang;
6. Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur utang berdasarkan kreditur;
7. Biaya pinjaman;
3.4.6 Saldo Normal
Saldo
normal kewajiban adalah di sebelah kredit, ini berarti bahwa penambahan
kewajiban dicatat di sebelah kredit sedangkan pengurangan kewajiban
dicatat di sebelah debet
3.5 Kebijakan Akuntansi Modal atau Ekuitas Dana
Dalam
akuntansi komersial dikenal istilah ekuitas. Ekuitas tersebut merupakan
symbol ownership (kepemilikan) dalam suatu entitas. Ekuitas dana dalam
akuntansi pemerintahan sama dengan istilah Fund Balance dalam akuntansi
sector public. Secara teoritis, ekuitas dana menunjukan ketersediaan
fund atau sumber daya yang dimiliki entitas.
3.5.1 Definisi Ekuitas Dana
Definisi
Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang secara total
merupakan selisih antara asset dan kewajiban pemerintah.
3.5.2 Penambahan Ekuitas Dana
Nilai ekuitas bergantung pada realisasi transaksi keuangan. Penambahan ekuitas disebabkan karena:
1. Adanya pendapatan dan penerimaan
2. Adanya perolehan asset
3. Adanya profit atau surplus
3.5.3 Pengurangan Ekuitas Dana
Pengurangan ekuitas disebabkan karena:
1. Adanya belanja dan pengeluaran
2. Adanya perolehan kewajiban
3. Adanya kerugian atau deficit
3.5.4 Klasifikasi Ekuitas Dana
Klasifikasi Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan terdapat 3 kelompok ekuitas dana, yaitu:
1. Ekuitas Dana Lancar
Adalah selisih antara asset lancar dengan kewajiban jangka pendek
Contoh ekuitas dana lancar yaitu;
• Silpa
• Cadangan Piutang
• Cadangan Persediaan
• Dana untuk hutang jangka pendek (Cr)
2. Ekuitas Dana Investasi
Mencerminkan
kekayaan pemerintah yang tertanam dalan asset nonlancar selain dana
cadangan, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang.
Contoh ekuitas dana investasi yaitu;
• Investasi jangka panjang
• Investasi dalam asset tetap
• Investasi dalam asset lainnya
• Dana utang jangka panjang (Cr)
3. Ekuitas Dana Cadangan
Mencerminkan
kekayaan pemerintah yang dicadangkan untuk tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya sesuai peraturan perundang-undangan.
Contohnya;
• Diinvestasikan dalam dana cadangan
3.5.5 Pengakuan Ekuitas
Pengakuan ekuitas sesuai dengan pos-pos keuangan yang terkait dalam transaksi keuangan.
3.5.6 Pengukuran Ekuitas
Pengukuran
ekuitas dicatat dalam mata uang rupiah, jika terdapat transaksi
keuangan yang dilakukan dalam mata uang asing maka dilakukan konversi
kedalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Seperti
telah diuraikan dimuka bahwa kebijakan akuntansi adalah
prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan dan
praktek-praktek spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan, dimana metode-metode
penerapannya secara material akan mempengaruhi penyajian laporan
keuangan yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas.
Pengungkapan suatu kebijakan akuntansi diharapkan dapat membantu
pengguna laporan keuangan dalam memahamai setiap transaksi yang terjadi
dan tercermin dalam laporan keuangan.
Para pengguna perlu
membandingkan laporan keuangan dari suatu entitas pelaporan dari waktu
ke waktu untuk mengetahui trend posisi keuangan, kinerja dan arus kas.
Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan
secara konsisten pada setiap periode. Apabila terjadi perubahan dalam
perlakuan, pengakuan dan pengukuran akuntansi sebagai akibat dari
perubahan atas basis akuntansi, kriteria kapitalisasi, metode dan
estimasi yang merupakan unsur-unsur pengungkapan kebijakan akuntansi,
perubahan ini harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Dari
hasil kunjungan lapangan (field trip) peserta Kursus Keuangan Daerah
Khusus Penatausahaan/ Akuntansi Keuangan Daerah Angkatan IV - Lembaga
Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Universitas Indonesia (AKD Khusus
Penatausahaan/AKD Ang. IV-LPEM-UI) ke Pemerintah Kota Banjar diperoleh
data yang mendukung dalam analisis dan pembahasan terhadap topik bahasan
yang diajukan oleh kelompok 3, yaitu Tinjauan Atas Penerapan Kebijakan
Akuntansi tentang Hutang dan Modal Dalam Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banjar Tahun 2007.
4.1 Dasar acuan penyusunan dan penyajian laporan keuangan Kota Banjar
Kebijakan
akuntansi yang digunakan Pemerintah Kota Banjar dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan Tahun 2007 mengacu pada Keputusan Walikota
Banjar Nomor: 900/Kpts.147-Huk/VIII/2007 tentang Kebijakan Akuntansi
Kota Banjar. Keputusan Walikota tersebut mengacu kepada Permendagri
No.13 Tahun 2006 sebagaimana telah dirubah oleh Permendagri No. 59 Tahun
2007 tentang perubahan atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sedangkan data primer yang
diperoleh dari responden untuk dijadikan dasar analisis dalam penyusunan
makalah ini, yang sesuai dengan topik bahasan tercantum dalam Catatan
atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banjar Tahun 2007.
4.2 Strategi Kota Banjar dalam meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan
Dalam
rangka pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah supaya lebih cepat,
tepat, akurat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pemerintah Kota
Banjar secara konsisten menerapkan kebijakan akuntansinya dalam
penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan dan telah menandatangai
perjanjian kerjasama dengan Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Barat sesuai perjanjian nomor
147/PJ-BPAKD-Hk/2007 dan PRJ-3480/PW10/3/2007 tanggal 8 Mei 2007 tentang
Asistensi Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banjar sesuai
Standar Akuntansi Pemerintahan tahun 2007.
Atas dasar tersebut
telah dibentuk tim penyusun laporan keuangan Kota Banjar tahun 2007
sesuai Keputusan Walikota Banjar Nomor 900/Kpts.110-Huk/VI/2007 tanggal 8
Juni 2007 tentang Pembentukan Tim Penyusun Laporan Keuangan Kota Banjar
tahun 2007. Dalam keputusan tersebut antara lain ditetapkan tim dari
pihak Pemerintah Kota Banjar dan tim asistensi dari BPKP serta tugas
masing-masing pihak.
Laporan Keuangan Pokok yaitu Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca dan Laporan Arus Kas merupakan hasil proses
yang berbasis komputer (Sistem Informasi Manajemen Keuangan
Daerah/SIMDA) berdasarkan hasil asistensi pihak BPKP.
Berikut ini
disajikan neraca Pemerintah Kota Banjar yang tercantum dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Kota Banjar Tahun 2007 (audited) :
Tabel
Pemerintah Kota Banjar
Neraca
Per 31 Desember 2007
URAIAN 31 DESEMBER 2007
1. ASET 782.272.550.908,60
1.1. ASET LANCAR 118.849.072.759,65
1.2. INVESTASI JANGKA PANJANG 12.911.478.389,95
1.3. ASET TETAP 647.355.514.558,00
1.4. DANA CADANGAN 3.147.378.049,00
1.5. ASET LAINNYA 9.107.152,00
2. KEWAJIBAN 1.778.479.918,35
2.1. KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 1.778.479.918,35
2.1.1. Hutang Perhitungan Pihak Ketiga 94.671.362,00
2.1.2. Hutang Jangka Pendek Lainnya 1.683.808.556,35
2.2. KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 0
2.2.1. Kewajiban Jangka Panjang 0
3. EKUITAS DANA 780.494.070.990,25
3.1. EKUITAS DANA LANCAR 117.070.592.841,30
3.2. EKUITAS DANA INVESTASI 660.276.100.099,95
3.3. EKUITAS DANA CADANGAN 3.147.378.049,00
4.3 Analisis terhadap kebijakan akuntansi tentang Hutang.
Hutang
adalah spesifikasi dari kewajiban dengan kata lain kewajiban adalah
hutang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Sementara
kewajiban itu sendiri terdiri dari kewajiban jangka pendek (kelompok
kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan
setelah tanggal pelaporan) dan kewajiban jangka panjang (kewajiban yang
harus dibayar kembali atau jatuh tempo lebih dari satu periode
akuntansi).
Dalam laporan neraca Kota Banjar per 31 Desember 2007,
kewajiban jangka pendek diklasifikasikan menjadi beberapa rekening
pokok, yaitu:
a) Hutang perhitungan pihak ketiga, merupakan
kewajiban kepada pihak ketiga sebagai akibat transaksi keuangan masa
lalu yang harus dibayar kembali pada tahun depan
b) Hutang jangka pendek lainnya, merupakan kewajiban jangka pendek yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis di atas.
Dasar
pengakuan kewajiban pada laporan neraca Kota Banjar per 31 Desember
2007 adalah pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban
timbul, yaitu:
a) Hutang perhitungan pihak ketiga diakui dalam
periode berjalan pada saat terdapat transaksi dengan pihak ketiga berupa
penerimaan barang atau jasa yang belum dilakukan pembayaran.
b) Hutang jangka pendek lainnya diakui pada saat timbulnya kewajiban tersebut.
Sedangkan dasar pengukuran dan penyajian kewajiban jangka pendek pada laporan neraca Kota Banjar per 31 Desember 2007 adalah:
a)
Kewajiban jangka pendek diukur sebesar nilai nominal mata uang rupiah
dari jumlah yang akan dibayarkan kepada pihak ketiga pada masa yang akan
datang. Kewajiban dalam mata uang asing harus dijabarkan dan dinyatakan
dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia
(BI) pada saat terjadinya
b) Pada akhir periode kewajiban jangka
pendek tetap dinilai sebesar nominalnya dan kewajiban dalam mata uang
asing harus dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan
menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca. Kewajiban jangka pendek
disajkan di neraca dalam kelompok kewajiban pada urutan pertama.
Kewajiban jangka pendek disajikan menurut jenisnya dan sesuai dengan
urutan likuiditasnya (urutan jatuh temponya).
Adapun dalam laporan
neraca Kota Banjar per 31 Desember 2007, kewajiban jangka panjang hanya
ada satu unsur laporan keuangan yaitu kewajiban jangka panjang. Dasar
pengakuan kewajiban jangka panjang pada laporan neraca Kota Banjar per
31 Desember 2007 adalah pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat
kewajiban timbul.
Sedangkan dasar pengukuran dan penyajian
kewajiban jangka panjang pada laporan neraca Kota Banjar per 31 Desember
2007 adalah sebagai berikut:
a) Kewajiban jangka panjang diukur
sebesar nilai sekarang dari kas yang akan dibayarkan kepada pihak ketiga
pada masa yang akan datang. Kewajiban jangka panjang diukur dalam mata
uang rupiah. Kewajiban dalam mata uang asing harus dijabarkan dan
dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI pada
saat terjadinya.
b) Pada akhir periode kewajiban jangka panjang
dinilai sebesar nilai bukunya yaitu merupakan nilai yang akan dibayar
pada masa mendatang dan kewajiban dalam mata uang asing harus dijabarkan
dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI
pada tanggal neraca. Kewajiban jangka panjang disajikan di neraca dalam
kelompok kewajiban pada urutan setelah kewajiban jangka pendek dan
disajikan menurut jenisnya.
Berdasar tabel diatas bahwa pada
laporan neraca Pemerintah Kota Banjar per 31 Desember 2007 memiliki
kewajiban jangka pendek yang terdiri atas :
• Hutang Perhitungan Pihak Ketiga sebesar Rp.94.671.362,00
Merupakan
hutang Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh.21), Iuran Wajib Pegawai dan
Taperum dari potongan pembayaran gaji dan tunjangan pegawai oleh Badan
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah selaku Bendahara Umum Daerah
• Hutang Jangka Pendek Lainnya sebesar Rp1.683.808.556,35
Terdiri atas utang pada rekanan, uang muka pembagian laba PDAM, pemakaian air, pemakaian listrik, pemakaian telepon.
Sedangkan kewajiban jangka panjangnya nihil.
4.4 Analisis terhadap kebijakan akuntansi tentang Modal
Dalam
akuntansi perusahaan, dikenal persamaan aset sama dengan kewajiban
ditambah modal. Dalam akuntansi pemerintahan, persamaan diatas tetap
dipakai namun istilah modal diganti dengan istilah ekuitas dana. Ekuitas
dana adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih
antara aset dan kewajiban.
Ekuitas dana dalam laporan neraca Pemerintah Kota Banjar per 31 Desember 2007 terdiri dari:
• Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban jangka pendek.
Ekuitas
dana lancar yang berasal dari SiLPA diakui pada akhir periode akuntansi
melalui jurnal penutup pada saat ditetapkan yang akan ditransfer ke
akumulasi SiLPA dan yang digunakan sebagai pengeluaran pembiayaan.
Sedangkan ekuitas dana lancar yang berasal dari aset lancar dan
kewajiban jangka pendek diakui selama periode akuntansi bersamaan dengan
pengakuan aset lancar dan kewajiban jangka pendek. Pengukuran ekuitas
dana lancar mengikuti pengukuran yang dilakukan terhadap aset lancar dan
kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana lancar dinilai dengan dasar yang
sama dengan penilaian aset lancar dan kewajiban jangka pendek. Ekuitas
dana lancar disajikan dalam laporan neraca dengan urutan pertama.
Ekuitas dana lancar Pemerintah Kota Banjar per 31 Desember 2007 sebesar
Rp.117.070.592.841,30 berupa SiLPA, saldo kas di bendahara penerimaan,
saldo kas/giro di bendahara pengeluaran, investasi jangka pendek dalam
deposito, cadangan piutang, cadangan persediaan dan dana yang harus
disediakan untuk pembayaran kewajiban jangka pendek dan sejenisnya.
•
Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam
dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya dikurangi
dengan kewajiban jangka panjang. Ekuitas dana investasi diakui selama
periode akuntansi bersamaan dengan pengakuan investasi jangka panjang,
aset tetap, aset lainnya dan kewajiban jangka panjang. Pengukuran
ekuitas dana investasi mengikuti pengukuran yang dilakukan terhadap
investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya dan kewajiban
jangka panjang. Ekuitas dana investasi dinilai dengan dasar yang sama
dengan penilaian investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya
dan kewajiban jangka panjang. Ekuitas dana investasi disajikan dalam
laporan neraca dengan urutan kedua. Ekuitas dana investasi Pemerintah
Kota Banjar per 31 Desember 2007 sebesar Rp.660.276.100.099,95 dalam
bentuk dinvestasikan dalam investasi jangka panjang, diinvestasikan
dalam aset tetap, diinvestasikan dalam aset lainnya.
• Ekuitas
Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang dicadangkan untuk
tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ekuitas dana
cadangan diakui selama periode akuntansi bersamaan dengan pengakuan
pembentukan dana cadangan. Pengukuran ekuitas dana cadangan mengikuti
pengukuran yang dilakukan terhadap dana cadangan. Ekuitas dana cadangan
dinilai dengan dasar yang sama dengan penilaian dana cadangan. Ekuitas
dana cadangan disajikan dalam laporan neraca dengan urutan ketiga
Ekuitas dana cadangan Pemerintah Kota Banjar per 31 Desmber 2007 sebesar
Rp.3.147.378.049,00 merupakan dana cadangan Pemerintah Kota Banjar
untuk kepentingan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2008.
BAB V
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Menanggapi
reformasi pengelolaan keuangan negara dan daerah yang digulirkan
pemerintah pusat, Pemerintah Kota Banjar berusaha menyesuaikan diri
untuk melaksanakan kewajibannya sebagai entitas pelaporan dengan cara
melakukan berbagai upaya dalam rangka peningkatan kualitas laporan
keuangan pemerintah yang akuntabel, transparan dan dapat diandalkan.
Upaya–upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Banjar tersebut diatas antara lain yaitu :
1).
Menyusun laporan keuangan Pemerintah Kota Banjar melalui suatu proses
akuntansi dengan cara pembuatan suatu sistem akuntansi pemerintahan kota
baik yang manual maupun terkomputerisasi (SIMDA) yang terintegasi agar
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada SAP. Dalam hal ini pemerintah
Kota Banjar telah menyusun draft neraca awal untuk tiap-tiap SKPD,
prosedur-prosedur dan dokumen-dokumen penatausahaan yang akan digunakan
dalam siklus akuntansi, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya yang
mengacu pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan SAP, melaui jalinan
kerjasama dengan pihak BPKP sebagai tim asistensi sekaligus penyusun
SAPD tahun anggaran 2007. Dalam penyusunan dan penyajian neraca daerah
tersebut mempunyai dasar hukum berupa Keputusan Walikota Banjar tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kota Banjar.
2). Memberikan
sosialisasi dan bimbingan mengenai penerapan Sistem Akuntansi Keuangan
Daerah kepada semua PPK-SKPD yang ada di lingkungan Pemerintah Kota
Banjar, dalam upaya merealisasikan sistem tata kelola keuangan daerah
yang baik dan handal secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil
penelitian dan wawancara mengenai komponen-komponen kebijakan akuntansi
yang meliputi dasar pengakuan, pengukuran serta penilaian dan pencatatan
atas pos-pos Neraca Daerah Pemerintah Kota Banjar per 31 Desember 2007
dibandingkan dengan kajian literatur mengenai kebijakan akuntansi, dapat
diasumsikan bahwa penyusunan dan penyajian neraca daerah Kota Banjar
tahun 2007 telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang dapat
diterima umum dan Standar Akuntansi Pemerintahan.
0 Komentar