BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Adanya
implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia yang
ditandai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, membawa implikasi
tersendiri dalam proses pembangunan di daerah, yaitu dengan adanya
perubahan pola penerimaan dan pengeluaran daerah dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Urusan wajib/kewenangan yang
begitu luas diserahkan ke daerah membawa konsekuensi terhadap
pembiayaan, sedangkan bila daerah mengandalkan penerimaan dan pendapatan
asli daerah atau PAD maka membiayai seluruh urusan wajib yang
diserahkan pemerintah tersebut masih sangatlah kurang, untuk itu perlu
adanya dana pusat yang diserahkan ke daerah dalam upaya mengurangi
ketimpangan baik vertikal maupun horizontal dan dana tersebut dalam
peraturan perundang-undangan dinamakan Dana Perimbangan.
Sesuai
dengan namanya, Dana Perimbangan menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan
ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. Dana Perimbangan itu meliputi Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dana perimbangan keuangan Pemerintah ini juga untuk mewujudkan fungsi kelangsungan fiskal bagi Pemerintah Daerah, yaitu :
1.
Fungsi Alokasi, yaitu fungsi pemerintah untuk mengalokasikan Sumber
Daya Negara dan Sumber Daya Alam untuk kesejahteraan masyarakat agar
terwujud efisiensi alokasi biaya teknis.
2. Fungsi Redistribusi, yaitu fungsi pendistribusian hasil-hasil keuangan dan atau manfaat kemasyarakatan.
3. Fungsi Stabilitas, yaitu fungsi pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan nasional.
Dalam
pengelolaan keuangan daerah diperlukan Sistem dan Prosedur
Penatausahaan dan Akuntansi Penerimaan dan Pengeluaran dari Dana
Perimbangan tersebut, baik dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) maupun dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Oleh karena itu, dalam penulisan ini dikonsentrasikan sebagai
“Implementasi Pelaksanaan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan
Akuntansi Dana Perimbangan pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Pemerintah Kota Banjar Provinsi Jawa Barat”.
.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
1.2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
a.
Berapa besar dana perimbangan yang dialokasikan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Banjar pada tahun terakhir ?
b. Seberapa besar peran dan fungsi alokasi dana perimbangan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Banjar ?
c. Kriteria dan jenis apa saja yang didapat dari dana perimbangan oleh Pemerintah Kota Banjar ?
d.
Bagaimana penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi
Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya bagi dana perimbangan tersebut ?
1.2.2. Batasan Masalah
Dari
hasil identifikasi masalah dan juga tujuan yang diharapkan oleh penulis
dalam melakukan penelitian maka dilakukan batasan permasalahan yang
akan diteliti yaitu dengan menitikberatkan penelitian ini terhadap
“Bagaimana penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi
Dana Perimbangan, khususnya untuk Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum
(DAU) oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Kota
Banjar ?”.
1.2.3. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Masalah apa yang dihadapi dalam penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan ?
b. Mengapa perlu dilakukan penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan ?
c. Bagaimana penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan ?
d. Dimana penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan diberlakukan ?
e. Pada saat kapan penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan tersebut ?
1.3. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENULISAN
1.3.1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan pelaporan ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimana Kota Banjar dalam penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan.
b.
Untuk mengetahui manfaat dan kegunaan perlu dilakukannya penerapan
Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan.
c.
Untuk mengetahui penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan
Akuntansi Dana Perimbangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Banjar.
d. Untuk mengetahui siapa yang melakukan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan.
e. Untuk mengetahui pada saat kapan saja penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan digunakan.
1.3.2. Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan pelaporan ini adalah sebagai berikut :
a.
Kegunaan Formal, yaitu melengkapi tujuan dari pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan dengan materi Kursus Keuangan Daerah (KKD) Khusus
Penatausahaan/Akuntasi Keuangan Daerah (AKD) Angkatan IV Tahun 2008 oleh
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (FEUI) Jakarta. Penyelenggaraan ini dilaksanakan
pada tanggal 20 Oktober sampai dengan 14 November 2008 bertempat di Jl.
Salemba Raya No.14 Jakarta.
b. Kegunaan Materiil, yaitu mengkaji
dan menganalisa sistem dan prosedur Penatausahaan dan Akuntansi untuk
dana perimbangan yang berlaku pada Pemerintah Kota Banjar dibandingkan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Kegunaan
Praktis, yaitu sebagai pembelajaran oleh peserta pendidikan dan
pelatihan serta bagi aparat Pemerintah Daerah tentang sistem dan
prosedur Penatausahaan dan Akuntansi untuk dana perimbangan.
1.4. RUANG LINGKUP
Dalam
penulisan pelaporan untuk Kelompok 5 peserta Kursus Keuangan Daerah
(KKD) Khusus Penatausanaan/Akuntasi Keuangan Daerah (AKD) Angkatan IV
Tahun 2008 adalah Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana
Perimbangan pada Pemerintah Kota Banjar Provinsi Jawa Barat, khususnya
pada BPKD/PPKD/BUD Kota Banjar.
1.5. METODOLOGI PENULISAN
Metode
yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif, yaitu
suatu penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran nyata terhadap
obyek yang diteliti. Pelaksanaan metode ini merupakan kegiatan
pengumpulan, penyusunan, analisa dan interpretasi dari data yang tertuju
pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.
Adapun tehnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan adalah sebagai berikut :
a.
Penelitian Kepustakaan, yaitu penelitian terhadap bahan yang bersumber
dari perpustakaan, meliputi buku-buku, majalah-majalah, diktat-diktat,
peraturan perundang-undangan dan bahan dokumeter yang berguna
mempertajam orientasi dan dasar teoritis tentang masalah penelitian yang
ada.
b. Observasi (Pengamatan Langsung), yaitu cara pengambilan
data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain
untuk keperluan tersebut.
c. Wawancara, yaitu proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil
bertatap muka antara peneliti dengan responden.
d. Dalam
melaksanakan observasi dan wawancara maka dibuat daftar kuisoner atau
daftar pertanyaan yang mengarah kepada materi penulisan, dibantu dengan
alat rekam suara maupun alat rekam gambar.
Sumber data merupakan
tempat penulis bertumpu, baik berupa orang, buku atau lokasi. Sumber
data dalam penulisan ini mencakup populasi dari aparatur pelaksana yang
ada di Pemerintah Kota Banjar, sedangkan sampelnya adalah aparat yang
terlibat langsung dalam Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daerah pada
Badan Pengelola Keuangan Daerah atau sebutan lain di Pemerintah Kota
Banjar, khususnya orang/aparatur dalam penatausaan/akuntansi pengelolaan
dana perimbangan.
1.6. SISTEMATIKA PENYUSUNAN LAPORAN
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan Dan Kegunaan Penulisan
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Metodologi Penulisan
1.6. Sistematika Penyusunan Laporan
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANJAR
2.1. Kondisi Umum
2.2. Visi Misi dan Program Strategis
2.3. Kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BAB III LANDASAN TEORI
3.1. Pengertian Dana Perimbangan
3.2. Jenis Dana Perimbangan
3.3. Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan
BAB IV ANALISIS PENERAPAN PADA PEMERINTAH KOTA BANJAR
4.1. Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Penerimaan
4.2. Komposisi dan Pertanggungjawaban Dana Perimbangan
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB III
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
3.1. PENGERTIAN DANA PERIMBANGAN
Dana
Perimbangan merupakan salah satu komponen pendapatan daerah yang cukup
penting. Banyak pemda yang masih mengandalkan sumber pendapatan ini
karena jumlah PAD-nya yang kurang mencukupi untuk menutup anggaran
belanjanya.
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Latar belakang lain
adanya transfer dana dari pusat ke daerah ini antara lain untuk
mengatasi ketimpangan fiskal vertikal (antara pusat dan daerah),
mengatasi ketimpangan fiskal horizontal, serta guna mencapai standar
pelayanan untuk masyarakat. Ketimpangan fiskal horizontal muncul akibat
tidak seimbangnya kapasitas fiskal daerah dengan kebutuhan fiskalnya.
Tabel 3.1
Pos Dana Perimbangan dalam APBN dan APBD
APBN APBD
1. Penerimaan dalam negeri dan hibah
a. Pendapatan Pajak
b. Pendapatan bukan pajak / SDA
2. Belanja Negara
a. Belanja Pusat
b. Belanja Daerah
( Bagi Hasil, DAU dan DAK )
3. Keseimbangan primer
4. Surplus / defisit
5. Pembiayaan
a. Dalam negeri
b. Luar negeri 1. Penerimaan daerah
a. PAD
b. Dana Perimbangan ( Bagi Hasil, DAU & DAK )
c. Lain-lain Pendapatan daerah yang sah
2. Belanja Daerah
a. Rutin
b. Pembangunan
3. Surplus /defisit
4. Pembiayaan
Dengan
kata lain, kemampuan daerah untuk menghasilkan pendapatan asli tidak
mampu menutup kebutuhan belanjanya. Peraturan perundangan yang secara
lengkap mengatur mengenai dana perimbangan adalah PP Nomor 55 Tahun
2005.
Dana Perimbangan mencakup Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus. Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap
tahunnya dalam APBN. Berikut ini akan diuraikan masing-masing jenis Dana
Perimbangan, termasuk mekanisme penghitungannya.
3.2. JENIS DANA PERIMBANGAN
3.2.1. Dana Bagi Hasil
Dana
Bagi Hasil ( DBH ) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah dengan angka presentase tertentu didasarkan
atas daerah penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Selain karena pertimbangan politis, alasan
lain dari pemberian dana bagi hasil ini adalah mengurangi ketimpangan
vertical ( vertical imbalance ).
Dua sumber Dana Bagi Hasil adalah
pajak dan sumber daya alam. Pajak sendiri terdiri atas Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
serta Pajak Penghasilan (PPh), baik dari WP orang pribadi dalam negeri
maupun dari PPh 21. Sedangkan dana bagi hasil dari sumber daya alam
berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan
minyak bumi, pertambangan gas bumi, serta pertambangan panas bumi.
Pembagian
dan mekanisme penghitungan Dana Bagi Hasil, baik pajak maupun sumber
daya alam diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005
tentang Dana Perimbangan.
3.2.2. Dana Alokasi Umum
Secara
definisi, dana alokasi umum ( DAU ) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan untuk provinsi dan
kabupaten /kota. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan dalam APBN, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan Dalam Negeri Neto.
2.
Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari
perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
provinsi dan kabupaten/kota.
3. Jika penentuan proporsi tersebut
belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi
dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%.
DAU
untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas
celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah selisih antara
kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung
berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
3.2.3. Dana Alokasi Khusus
Dana
Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan bagian dari
program yang menjadi prioritas nasional. Daerah tertentu adalah daerah
yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis. Program yang menjadi program prioritas
nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun Anggaran
bersangkutan. Besaran DAK ditetapkan setiap tahunnya dalam APBN.
Kegiatan
khusus yang akan didanai dari DAK diusulkan oleh Menteri teknis dan
baru ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri,
Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,
sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah. Ketetapan tentang kegiatan
khusus tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan.
Alokasi DAK
per daerah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Penggunaan DAK
harus dilakukan sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK yang
dikeluarkan oleh Menteri teknis. DAK tidak dapat digunakan untuk
mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian,
pelatihan, dan perjalanan dinas.
Beberapa kewajiban yang melekat pada daerah penerima DAK, yaitu:
a. Daerah penerima DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK-nya di dalam APBD;
b.
Kecuali untuk daerah dengan kemampuan keuangan tertentu, daerah
penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD
sekurang-kurangnya 10% dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Dana
Pendamping tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat
kegiatan fisik;
c. Kepala Daerah penerima DAK harus menyampaikan
laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan
DAK kepada Menteri Keuangan, Menteri teknis, dan Menteri Dalam Negeri.
Penyampaian laporan dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
3.3. SISTEM DAN PROSEDUR AKUNTANSI DAN PENATAUSAHAAN DANA PERIMBANGAN
Sesuai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04/PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan Dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, menerangkan bahwa :
1.
Transfer ke Daerah adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang
terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.
2. Transfer Dana Perimbangan meliputi :
a. Transfer Dana Bagi Hasil Pajak.
b. Transfer Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
c. Transfer Dana Bagi Hasil SUmber Daya Alam.
d. Transfer Dana Alokasi Umum.
e. Transfer Dana Alokasi Khusus.
3.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan mengirimkan permintaan
konfirmasi atas penyaluran Transfer ke Daerah kepada masing-masing
kepala daerah, paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah SP2D diterima
dari Direktur Jenderal Perbendaharaan.
4. Pemerintah Daerah
menyampaikan jawaban atas permintaan konfirmasi atas penyaluran transfer
ke daerah kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah permintaan konfirmasi tersebut diterima.
5.
Dalam rangka penyaluran Transfer Daerah, Bendahara Umum Daerah/Kuasa
Bendahara Umum Daerah membuka rekening pada Bank Sentral dan/atau Bank
Umum dengan nama Rekening Kas Umum Daerah.
6. Penyaluran Transfer
ke Daerah dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum
Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.
Dalam Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor SE.900/316/BAKD tanggal 5 April 2007 perihal Pedoman
Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan, dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menjelaskan sebagai berikut:
Akuntansi Pendapatan PPKD adalah langkah-langkah teknis yang harus
dilakukan dalam perlakuan akuntansi untuk pendapatan pada level
Pemerintah Daerah seperti Dana Perimbangan.
Langkah 1:
a.
Fungsi Akuntansi SKPKD (yang biasanya dilakukan oleh Bidang Akuntansi
SKPKD di BPKD) menerima Laporan Posisi Kas Harian dari BUD. Laporan ini
yang dilampiri salah satunya oleh tembusan Nota Kredit akan menjadi
dokumen sumber untuk penjurnalan akuntansi pendapatan.
b. Dari
Laporan Posisi Kas Harian ini, fungsi akuntansi SKPKD dapat
mengidentifikasi penerimaan kas yang berasal dari dana perimbangan.
Langkah 2:
Berdasarkan dokumen laporan tersebut, fungsi akuntansi SKPKD menjurnal penerimaan kas dari dana perimbangan sebagai berikut:
Kas di Kas Daerah xxx
Pendapatan Dana Perimbangan xxx
Dalam
kondisi nyata, dimungkinkan terjadi pengembalan kelebihan pendapatan
yang harus dikembalikan kepada pihak ketiga. Terhadap pengembalian ini,
maka PPK-SKPKD mencatat transaksi pengembalian kelebihan tersebut dengan
menjurnal “Akun Pendapatan sesuai jenisnya” di Debet dan “Kas di Kas
Daerah” di Kredit.
Pendapatan …………………………. xxx
Kas di Kas Daerah xxx
Langkah 3:
a. Jurnal pendapatan yang telah dibuat kemudian di posting ke Buku Besar SKPKD.
b.
Setiap akhir bulan, fungsi akuntansi di SKPKD memindahkan saldo-saldo
yang ada di setiap buku besar SKPKD ke dalam Neraca Saldo.
Ilustrasi Jurnal:
Contoh transaksi pendapatan.
5 Maret 2006 BPKD menerima DAU sebesar Rp2.000.000.000,00
10 April 2006 BPKD menerima DAK sebesar Rp20.000.000.000,00
15 April 2006 Diterima Pendapatan Bagi Hasil dari PBB sebesar Rp1.000.000.000,00 dan BPHTB sebesar Rp200.000.000,00
5 Mei 2006 Dilakukan pengembalian Pendapatan Bagi Hasil dari PBB untuk tahun 2005 sebesar Rp15.000.000,00
7 Juni 2006 Diterima Pendapatan Bagi Hasil dari PPh 21 sebesar Rp300.000.000,00
Dari transaksi ini, PPK-SKPKD akan mencatat jurnal sebagai berikut:
5 Maret 1.1.1.01.01
4.2.2.01.01 Kas di Kas Daerah
Pendapatan Dana Perimbangan - DAU 2.000.000.000
2.000.000.000
10 April 1.1.1.01.01
4.2.3.01.01 Kas di Kas Daerah
Pendapatan Dana Perimbangan - DAK 20.000.000.000
20.000.000.000
15 April 1.1.1.01.01
4.2.1.01.01
4.2.1.01.02 Kas di Kas Daerah
Bagi Hasil PBB
Bagi Hasil BPHTB 1.200.000.000
1.000.000.000
200.000.000
5 Mei 4.2.1.01.01
1.1.1.01.01 Bagi Hasil PBB
Kas di Kas Daerah 15.000.000
15.000.00
7 Juni 1.1.1.01.01
4.2.1.01.03 Kas di Kas Daerah
Bagi Hasil PPh 21 300.000.000
300.000.000
BAB IV
ANALISIS PENERAPAN PADA PEMERINTAH KOTA BANJAR
ANALISIS PENERAPAN PADA PEMERINTAH KOTA BANJAR
4.1. SISTEM DAN PROSEDUR PENATAUSAHAAN PENERIMAAN KAS; DANA ALOKASI UMUM DAN BAGI HASIL DI KOTA BANJAR
4.1.1. Deskripsi Kegiatan
Dana
Alokasi Umum (DAU) Adalah Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan untuk mendanai
kebutuhan daerah.
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah Dana yang
bersumber dari Pendapatan APBN yang di alokasi kepada daerah dengan
presentase tertentu di dasarkan atas daerah penghasil untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Proses
penyaluran DAU dan DBH ini adalah dengan cara Bendahara Umum Negara
(BUN) mentransfer sejumlah dana kepada Bendahara Umum Daerah (BUD)
melalui rekening kas daerah.
4.1.2. Pihak-Pihak Yang Terkait
1. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Tugas
BPKAD adalah sebagai pejabat yang ditunjuk dengan Keputusan Walikota
untuk menandatangani Kuitansi/Bukti Penerimaan Anggaran Transfer ke
Daerah.
2. Kepala Daerah.
Tugas Kepala Daerah adalah sebagai penanggung jawab pengelola Dana Perimbangan
3. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI.
Tugas
Dirjen Perimbangan Keuangan adalah menyampaikan surat konfirmasi
transfer dana perimbangan beserta Bukti Penerimaan Anggaran Transfer ke
Daerah.
4. Bank Jabar Banten Cabang Banjar.
Bank Jabar Banten cabang Banjar sebagai Bank yang ditunjuk menerima Transfer DAU.
5. Bank BRI Cabang Banjar.
Bank BRI cabang Banjar sebagai Bank yang ditunjuk menerima transfer Dana Bagi Hasil.
6. Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA).
SIMDA sebagai software aplikasi yang menangani proses pembukuan transaksi Transfer Dana Perimbangan.
4.1.3. Langkah-Langkah Teknis
1.
Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia
mengirimkan Surat Konfirmasi atas Penyaluran Dana Transfer ke Daerah
melalui Kepala Daerah beserta lampiran berupa Kuitansi/Bukti Penerimaan
Anggaran Transfer ke Daerah.
2. Kepala Daerah dalam hal ini
Walikota Banjar mendisposisikan kepada Kepala BPKAD untuk melakukan
pengecekan terhadap adanya Transfer dari Bendahara Umum Negara ke Kas
Daerah
3. BPKAD kemudian melakukan pengecekan terhadap rekening
Kas Daerah apakah telah terjadi Transfer dari Pusat. Setelah di ketahui
adanya Transfer dari Pusat ke rekening Kas Daerah maka BPKAD melakukan
pengesahan dengan cara memasukan tanggal penerimaaan Transfer dana
perimbangan tersebut serta menandatangi diatas materai Kuitansi/Bukti
Penerimaan Anggaran Transfer Daerah itu oleh Pejabat yang ditunjuk oleh
Surat Keputusan Walikota dalam hal ini oleh Kepala BPKAD.
4.
Kemudian BPKAD mengkonfirmasikan kembali kepada Dirjen Perimbangan
Keuangan Departemen Keuangan RI tentang telah diterimanya Dana
Perimbangan tersebut dengan cara mengirimkan Kuitansi/Bukti Penerimaan
Anggaran Transfer Daerah yang telah disahkan oleh Walikota kepada Dirjen
Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI.
5. Bank Jabar Banten
selaku bank kas daerah yang telah menerima adanya Transfer dana
perimbangan RTGS (Real Time Gross Settlement) BI. Setelah itu Bank Jabar
menerbitkan Nota Kredit yang ditujukan kepada BPKAD, dan bukti ini
jadikan dokumen bukti Transfer dana yang oleh Bendahara Penerimaan
BPKAD yang selanjutnya di entri ke dalam aplikasi SIMDA untuk dicatat ke
dalam Buku Kas sebagai penerimaan dana perimbangan.
6. Bank BRI
Cabang Banjar adalah Bank yang ditunjuk sebagai Rekening Kas Daerah
untuk dana perimbangan yang bersumber dari Dana Bagi Hasil PBB.
Penerimaan Setoran Dari Wajib Pajak oleh Bank BRI diproses dan setiap
minggunya Bank BRI menerbitkan Nota Kredit dan laporan alokasi Dana Bagi
Hasil PBB Pemerintah Daerah Kota Banjar ke BPKAD.
Secara umum
sistem dan prosedur penatausahaan penerimaan kas dana perimbangan di
Pemda Kota Banjar telah sesuai, dengan mengikuti Peraturan Menteri
Keuangan 04/PMK-07/2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban
Anggaran Transfer ke Daerah.
4.2. AKUNTANSI PENERIMAAN KAS; DANA ALOKASI UMUM DAN DANA BAGI HASIL DI KOTA BANJAR
Pemda
Kota Banjar dalam rangka penyusunan Laporan Keuangannya telah
menggunakan software aplikasi yang berbasis Sistem Informasi Manajemen
Daerah yaitu SIMDA yang oleh BPKP. Dengan menggunakan aplikasi ini maka
proses akuntansi telah dilaksanakan dengan lebih akurat sehingga
kesalahan dalam proses akuntansi dapat dihindari.
Proses akuntansi penerimaan kas dana perimbangan di Kota Banjar dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Untuk penerimaan dana perimbangan DAU dan Bagi hasil PPh :
Rekening Dana Perimbangan xxx
R/K SKPD xxx
Untuk Penerimaan Dana Bagi Hasil PBB:
Rekening BRI xxx
R/K SKPD xxx
Sedangkan tanggal Pengakuan Pendapatan dana perimbangan tersebut sebagai berikut :
1. Dana Perimbangan DAU dan Dana Bagi Hasil PPh dicatat sesuai tanggal diterimanya transfer ke Kas Daerah.
2. Dana Bagi Hasil PBB dicatat pada saat Nota Kredit di terbitkan oleh Bank BRI.
Menurut
Keputusan Walikota Banjar Nomor 900/KPTS.202–HUK/XII/2007 tentang
Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Kota Banjar;
Oleh PPKD Akuntansi Pendapatan dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Kas di Kas Daerah Xxx
Pendapatan Dana Perimbangan Xxx
Atas
dasar tersebut dapat dijelaskan bahwa Jurnal Pendapatan Transfer Dana
Perimbangan yang dilakukan dalam SIMDA Kota Banjar tidak sesuai dengan
Keputusan Walikota Banjar Nomor 900/KPTS.202–HUK/XII/2007 tentang Sistem
dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Kota Banjar.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian dan analisis pembahasan yang telah dikemukaan pada bab
sebelumnya, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Masalah yang dihadapi dalam penerapan Sistem dan
Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan pada Pemerintah
Kota Banjar adalah:
Sumber daya manusia yang menangani sistem
dan prosedur ini, sehingga terjadi pegawai yang melakukan pekerjaan
tidak berada pada unit yang bersangkutan. Contoh: Pegawai yang melakukan
pencatatan penerimaan kas berada pada unit satuan Anggaran yang
seharusnya berada pada unit satuan Perbendaharaan.
b. Perlunya dilakukan penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan adalah:
Untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan
seluruh transaksi yang dilakukan dalam satu periode pelaporan. Hal ini
menyangkut kepentingan akuntabilitas, manajemen, transparansi, dan
keseimbangan antargenerasi.
c. Penerapan Sistem dan Prosedur
Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan pada Pemerintah Kota Banjar
sudah mengunakan sistem komputerisasi dengan menggunakan aplikasi
software Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA).
d. Penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana Perimbangan dilakukan oleh BPKAD selaku SKPKD/PPKD/BUD.
e.
Penerapan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Dana
Perimbangan tersebut dilakukan secara kontinyu (terus-menerus), artinya
dilakukan setiap kali terjadi transaksi penerimaan maupun pengeluaran.
5.2. SARAN-SARAN
Atas dasar di atas, maka kami sebagai penulis dapat menyampaikan beberapa saran, antara lain:
a.
Perlu peningkatan Sumber Daya Manusia yang berada pada BPKAD, sehingga
setiap Pegawai dapat melakukan Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan
Akuntansi Keuangan Daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
b.
Dalam hal pencatatan penjurnalan penerimaan dan pengeluaran dana
perimbangan sebaiknya mengacu kepada peraturan yang berlaku, perbaikan
yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
Penjurnalan pada SIMDA Kota Banjar :
Rekening Dana Perimbangan / Bagi Hasil xxx
R/K SKPD xxx
Seharusnya:
Kas di Kas Daerah xxx
Pendapatan Dana Perimbangan / Bagi Hasil xxx
0 Komentar